Setelah Dagelan BEM UI, Muncul Sketsa Komedi ala HMI MPO, KAMI, dan BEM SI

oleh -249 views

*Nuryaman Berry Hariyanto*

Jakarta,( LK ) — JIKA saat mengetahui Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) membuat dagelan menyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sebutan The King of Lip Service saya tidak terkejut–karena saya tahu siapa aktor di belakangnya–untuk yang berikutnya saya malah tertawa geli, bahkan sampai terpingkal-pingkal.

Yang pertama, Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamatan Organisasi (HMI MPO) melalui ketua umumnya Affandi Ismail menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk melakukan panggilan revolusi yang ujung-ujungnya meminta Presiden Jokowi mundur sebelum masa jabatannya berakhir pada tahun 2024.

Yang kedua, seirama dengan HMI MPO, organ yang katanya oposisi, Presidium Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) se-Jawa juga meminta Presiden Jokowi untuk mundur secara terhormat. Kedua organ ini melayangkan pernyataan sikapnya di waktu yang bersamaan, Selasa (29/6/21).

Terakhir, dengan langgam yang berbeda, Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia (SI) 2021, Wahyu Suryono Pratama, Rabu (30/6/21), menyerukan konsolidasi Nasional menggalang perlawanan rakyat. Yang ujung-ujungnya pun sama, merongrong kepemimpinan Presiden Jokowi.

Ironis. Di tengah pandemi Covid 19 yang tengah mendera seluruh rakyat Indonesia, dan tidak sedikit yang disibukkan dengan melakukan Isolasi Mandiri (Isoman), HMI MPO dan BEM SI justru seperti tidak punya hati dengan melayangkan seruan revolusi dan konsolidasi nasional menggalang perlawanan rakyat.

Atau, mereka memang menginginkan negara ini hancur, luluh lantak berantakan agar Presiden Jokowi terdown-grade dan akhirnya mendapat krisis kepercayaan oleh rakyat. Jika seperti itu tujuan mereka, faktanya menjadi benar kalau sesungguhnya gerakan mereka ada yang meremote dari belakang dengan adanya peran bohir yang memiliki agenda politik jahat.

Padahal, jika kita sedikit saja melihat dari sisi kemanusiaan, saat ini Presiden Jokowi dan jajarannya sedang memiliki tugas berat untuk menekan tingkat penyebaran virus covid 19 yang sudah menyebar ke seantero negeri.

Tidakkah kita turut prihatin atas kondisi tersebut? Jika memang BEM UI, HMI MPO dan BEM SI adalah agent of change, insan intelektual, dan generasi penerus bangsa, semestinya mereka memiliki empati atas musibah pandemi yang sudah mewabah ke seluruh belahan dunia ini.

Tapi sudahlah. Sepertinya adik-adik mahasiswa ini memang sudah punya agenda setting sendiri yang bukan bertujuan membangun negerinya. Mereka lebih memilih menjalankan tugas dari mentor dan bohirnya yang bisa kita duga masih beririsan dengan Cendana, oligarki orde baru dan para pengusaha hitam.

Meskipun, yang membuat saya geli, bahkan sampai terpingkal-pingkal adalah munculnya pertanyaan-pertanyaan, apakah sesungguhnya mereka memahami Kredo Gerakan? Sudahkah hingga saat ini mereka melalui proses kawah candra dimuka layaknya aktivis pergerakan?

Sejauh mana mereka melakukan machtvorming yang berbasis pada nilai-nilai kerakyatan? Sepaham apa mereka tentang syarat-syarat revolusi yang terlebih dahulu harus disiapkan? Karena, mereka sudah berani teriak revolusi.

Ah, tapi rasanya pertanyaan-pertanyaan itu terlalu sulit dan ketinggian untuk dilontarkan ke mereka yang kebetulan saja aktif di organisasi kemahasiswaan tapi masih dangkal dalam pemahaman “terpikul dan memikul” nature bangsanya sendiri.

Sedangkan pertanyaan untuk bapak-bapak para oposan yang tergabung di KAMI, akan menggunakan tools apa untuk meminta Presiden Jokowi mundur? Secara konstitusional atau inkonstitusional? Kalau menggunakan kekuatan rakyat melalui ekstra parlementer, sudah siapkah secara organik?

Lah wong Presidium yang ikut dalam pernyataan sikapnya saja hanya se-Jawa, tidak nasional. Inget loh para senior yang terhormat, Jokowi itu terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia melalui hasil Pemilu Nasional dengan suara mayoritas. Karena itu, ada banyak relawan Jokowi yang hingga hari ini masih tetap setia mengawal kepemimpinannya dan masih satu komando.

Akhir kata, apa yang sedang dilakukan para oposan ini, baik yang tua maupun yang muda, memang hanya cerita dagelan dalam sketsa komedi satu babak. Kalau kran para bohirnya macet, berhenti pula adegan-adegan mereka.

Bergelap-gelap dalam Terang, Berterang-terang dalam Gelap!

*Aktivis’98, Waketum BARIKADE’98

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.