Pencucian Uang Dan Koruptor Bisa Ditangkap Oleh PPNS

oleh -138 views

JAKARTA,( LK ) —- Dalamrangka untuk mengantisipasi pengamanan Keuangan Negara, dari rong- rongan oknum tertentu yang melakukan tindak pidana Korupsi dan Pencucian Uang. Semua jajaran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Kementrian di Indonesia, diberi wewenang untuk melakukan Penyidikan.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, bersama 9 hakim konstitusi, yaitu Aswanto, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Manahan M.P. Sitompul, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Enny Nurbaningsih, dan Saldi Isra. Secara Daring, Selasa (29/6) mengesahkan perkara nomor 15/PUU-XIX/2021, terhadap uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

Putusan uji materi yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, atas gugatan yang diajukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Terkait penyidikan tindak pidana asal, terbentur dalam Pasal 74 UU Nomor 8 Tahun 2010, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) berada pada wewenang polisi, jaksa, KPK, BNN, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai.

Pemohon mendalilkan, Penjelasan Pasal 74 UU TPPU bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Menurut para Pemohon, norma tersebut dinilainnya telah membatasi penyidik asal (PPNS). Dengan demikian Para pemohon juga menilai, norma a quo itu telah mengakibatkan terjadinya pembedaan perlakuan, terhadap pihak yang berwenang, untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang.

Dari itu Majlis Hakim Konstitusi mengabulkan gugatan Penggugat, atas pertimbangan PPNS Tidak dapat dikecualikan, sebagaimana Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 6 ayat (1) KUHAP, dan harus diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang, sepanjang dalam koridor tindak pidana diruang lingkup asal, dan mengacu pada Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010.

Terkait dengan keputusan MK, atas diberikannya wewenang terhadap PPNS, untuk melakukan Penyidikan pencucian uang di ruang lingkup Dinas Instansinya (Asal). Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengapresiasi putusan MK-RI. Menurut Dian Ediana Rae, dengan adanya putusan MK tersebut, maka penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di semua kementerian dapat melakukan penyidikan tindak pidana asal, sekaligus menyidik tindak pidana pencucian uang.

“Putusan MK sangat progresif, dan kami (PPATK) meyakini akan mengoptimalkan upaya penelusuran aset dan penyelamatan aset (asset recovery), dan akan mempercepat penanganan dugaan TPPU. Karena itu wajar, kalau MK memberikan ke-wewenangan kepada PPNS, untuk melakukan penyidikan tindak pidana asal, ” kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae, dalam keterangan tertulis yang diterima BeritaNasional.ID, Rabu (30/6).

Selain itu, PPATK mendorong PPNS untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuannya dalam mengidentifikasi TPPU. Hal ini juga perlu dibarengi dengan sinergi, antar instansi penegak hukum (Polri dan Jaksa) dalam penanganan TPPU. “Dengan telah bertambahnya penyidik TPPU, yang semula hanya terdiri dari 6 (enam) penyidik, maka diharapkan dapat memperkecil ruang lingkup tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang di Negara tercinta ini,” jelas Dian.

Mahkamah Konstitusi RI (MK RI) telah mengeluarkan putusan judicial review, atas penjelasan Pasal 74 UU Nomor 8 Tahun 2010, tentang Tindakan Pemberantasan Pencucian Uang (TPPU) yang menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Perkara ini teregistrasi dalam perkara Nomor 15/PUU-XIX/2021. Pemohon merupakan PPNS dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (PPNS – KKP) dan PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPNS – KLHK) yang mengalami kerugian konstitusional.

Menurut Media Online Polri. Tribratanews.polri.go.id, menjelaskan. Tentang pengertian, antara Perbedaan Penyelidikan dan Penyidikan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 5, penyelidikan adalah serangkaian tindakan Penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Penyelidikan itu dilakukan, untuk menentukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana itu bisa tidak ditingkatkan ke penyidikan. Siapa yang melakukan penyelidikan ?, itu adalah Penyelidik. Siapa itu Penyelidik ?, dari Pasal 1 angka 4 KUHAP menjelaskan, Penyelidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Kalau ada laporan Polisi masih tahap penyelidikan, maka Polisi yang menangani itu disebut Penyelidik. Tapi kalau sudah masuk tahap penyidikan maka Polisi yang menangani disebut Penyidik.

Kemudian, siapa itu Penyidik ?, Dalam Pasal 1 angka 1 KHUHAP disebutkan, Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil yang mendapat atau diberi wewenang oleh undang-undang, untuk melakukan penyidikan. Penyelidikan dan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik, untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang membuat terangnya duduk persoalan tindak pidana yang terjadi, guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHAP).

Kesimpulannya, kalau penyelidikan itu untuk menentukan apakah peristiwa yang dilaporkan itu bisa ditingkatkan ke penyidikan atau tidak. Kalau penyidikan adalah, untuk menentukan atau menemukan tersangkanya. Pada prakteknya, kalau Polisi sudah meningkatkan ke tahap penyidikan, biasanya Polisi sudah menemukan tersangkanya. Itulah perbedaan penyelidikan dan penyidikan, jelas Media Online Polri. Tribratanews.polri.go.id (Djon Chaniago).

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.