Distribusi Seragam Terlambat Satu Tahun, Ketua PPDB: Tanggungjawab Tukang jahit

oleh -522 views
Seragam Sekolah (Photo/Liputan6)
Seragam Sekolah (Photo/Liputan6)

RIAU (LK) – Modus pungutan seragam sekolah di SMKN 1 Pangkalan Kerinci sepertinya memang sudah tertata rapi, dimana setiap orangtua diarahkan untuk menjahit seragam sekolah pada satu tukang jahit dengan harga yang telah ditentukan.

Dalam memilih tukang jahit 6 stel seragam sekolah sebelumnya juga sudah dibungkus baik yakni dengan modus berdasarkan hasil rapat orangtua siswa dengan Komite sekolah, dengan alasan orangtua tidak mau susah untuk memilih tukang jahit.

Maka pada tahun 2018 silam ditetapkanlah harga 6 stel seragam sekolah di SMKN 1 Pangkalan Kerinci sebesar Rp 2 juta atau satu siswa dengan jumlah siswa kurang lebih 600 orang.

Berdasarksn hasil investigasi yang dilakukan, modus pungutan seragam sekolah ini juga melibatkan satu pemilik usaha jahit (tukang jahit) dalam menetapkan 6 stel seragam sekolah, dimana tukang jahit diminta untuk mengumpulkan pungutan seragam sebesar Rp 2 juta.

Sementara tukang jahit yang mengerjakan 6 stel seragam sekolah tersebut bukanlah satu tukang jahit, melainkan beberapa tukang jahit yang telah ditunjuk oleh pihak sekolah atau komite.

“Kami membayar Rp 2 juta rupiah kepada satu orang tukang jahit, kalau tidak salah Bono Taylor di belakang Indomaret Jalan Pemda,” ujar Rosma (nama samaran), salah seorang orangtua kepada Lintaskriminal.co.id

Menurut Rosma, harga untuk 6 stel seragam sekolah tersebut tidak sampai Rp 2 juta. Diibaratkan satu stel seragam Rp 200 ribu, tentu jika dikalikan dengan 6 stel seragam hanya Rp 1.2 juta.

Dengan demikian keuntungan yang diambil oleh tukang jahit sangat besar, apabila dirincikan lagi seperti seragam olahraga yang hanya Rp 120 ribu, seragam putih abu-abu dan baju pramuka yang hanya Rp 150 ribu.

Lebih lanjut Rosma menjelaskan, jika pihak sekolah atau komite ingin mengarahkan seragam sekolah yang wajib dibeli di sekolah, hal itu bisa saja seperti seragam praktek, seragam batik dan seragam melayu.

“Kalau boleh dijawab jujur saat rapat pertama kali, kami orangtua lebih memilih pakaian wajib saja yang dibeli dari sekolah, kalau seperti baju umum itu tidak perlu dijahit di sekolah. Jadi orangtua tidak begitu besar mengeluarkan biaya masuk sekolah,” bebernya.

Terlepas dari pungutan yang sudah terjadi setahun lalu, kini Rosma bersama sejumlah orangtua siswa lainnya mengaku sangat kecewa dengan pihak sekolah atau komite, karena masih ada seragam sekolah yang belum selesai dan diterima siswa.

“Orangtua mana yang tidak kecewa, selain keuntungan yang diambil sangat besar, pekerjaan tukang jahit yang mereka tunjuk juga tidak memiliki tanggungjawab,” keluhnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMKN 1 Pangkalan Kerinci tahun 2018, Tuti kepada Lintaskriminal.co.id mengaku pihak sekolah tidak bertanggung atas keterlambatan selesainya seragam.

Tuti menjelaskan bahwa yang bertanggungjawab dengan seragam itu adalah penjahit, karena orangtua membayarkan uang pada tukang jahit, sementara sekolah hanya mengumpulkan data mana-mana saja siswa yang menjahit seragam.

“Penjahit lah trntunya. Ada kendala d tukang jahit, anak2 pasti mrlapor nya k skolah. Pihak sekolah pasti lah akan mmbantu mnyelesaikan apa yg sdh mnjadi hak siswa,” ujarnya saat ditanya siapa yang bertanggungjawab terkait seragam siswa yang belum selesai.

Disisi lain, mengenai tukang jahit yang mengerjakan seragam siswa itu dijelaskannya bahwa yang mengambil keputusan dan menunjuk tukang jahit adalah orangtua dan komite.

“Sy bertindak selaku ketua penerimaan murid sj. Msalah seragam, bukan kewenangan sy. Kesepakatan Komite dan org tua dg pnjahit. Sy hy mmberitahu daftar siswa serta jurusan msg2,” pungkasnya.

 

Penulis : YUSMAN

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.