Samuel Lengkey: Ini Sosok Wakil Gubernur Ideal Bagi Anies Baswedan & Warga DKI Jakarta

oleh -361 views
Bagian Pertama : Faciem populi faciem dei, wajah rakyat adalah wajah Tuhan

JAKARTA,( LK ) — Pada Senin 27 Agustus 2018 lalu, di dihadapan sidang paripurna DPRD DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Di gedung para politisi Jakarta, Bang Sandi mengungkapkan alasan dia mengundurkan diri, yakni tugas Wakil Gubenur DKI Jakarta sangatlah berat, sangat tinggi resiko politisasi jabatan, ingin mencegah penyalahgunaan birokrasi, anggaran daerah dan fasilitas publik. Sebenarnya Bang Sandi punya pilihan untuk cuti, namun pengusaha muda dan sukses ini lebih memilih mengundurkan diri dari jabatan politik sebagai wakil gubernur untuk menunjukkan komitmen politiknya mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019.

Ingatan masyarakat DKI Jakarta saat pertarungan Pilkada DKI Jakarta masih sangat kuat hingga saat ini, para pendukung Ahok dan Anies masih terus memelihara semangat pertarungan politik tersebut, hingga hampir semua percakapan, diskusi dan perdebatan di media sosial, masih terjebak diantara dua kubu ini. Walaupun pertarungan politik dalam Pilkada Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 sudah berakhir.

Saat itu Anies Sandi bukanlah calon yang diunggulkan, karena Agus Harimurti Yudhoyono yang berpasangan dengan Sylviana Murni difavoritkan untuk dapat mengalahkan Ahok Djarot, namun dengan modal 39,95% mampu membawa Anies dan Sandi lolos pada putaran pertama pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta yang diadakan pada tanggal 15 Februari 2017.

Ahok dan Djarot dengan modal 42,99 % memiliki kepercayaan diri tinggi untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Pendukung Anies Sandi masih berharap cemas untuk memenangkan pilkada DKI Jakarta, bahkan sebagian besar pendukungnya terlihat pasrah, karena pendukung Ahok sangat percaya diri calon gubernurnya akan menang. Namun fakta politik berkata lain Anies dan Sandi menang dengan perolehan suara sebanyak 57,96 % dan Ahok Djarot justru mengalami penurunan suara. Kemenangan dan kekalahan dari pertarungan politik tentunya  tidak pernah lepas dari isue dan strategi politik setiap calon yang saling berhadapan untuk meraih simpati pemilih.

Sebenarnya para pengurus partai pendukung Anis Sandi tak begitu gembira dengan memunculkan nama Anies.  Penolakan yang keras atas nama Anies justru berasal dari para pendukung militan Prabowo Subianto,  karena saat Pilpres 2014 Anies adalah salah seorang konseptor pemenangan Jokowi dan Anies sangat radikal menyerang Prabowo yang dia cap sebagai kelompok pendukung mafia minyak,  mafia migas,  mafia hambalang,  dll

Pilkada DKI Jakarta menjadi medan perang opini para pendukungnya, berbagai isue dan tema baik percakapan, diskusi, dan perdebatan di semua media sosial digunakan untuk saling berdebat, saling menghina dan mencaci maki karena pilihan politiknya. Banyak cerita di masyarakat,  hubungan kekeluargaan menjadi renggang,  persahabatan menjadi putus hanya karena pilihan politik.

Hal yang paling menyita emosi publik pada pilkada DKI Jakarta saat itu adalah isue SARA. Isu inilah yang menguras seluruh konsentrasi politik bangsa Indonesia saat itu. Emosi politik memanas dan sangat tajam ditengah masyarakat, apalagi Ahok sebagai petahana yang maju kena kasus surat Al Maidah ayat 51.
Situasi politik saat itu diperkeruh oleh para buzzer professional dan amatiran yang terus memanaskan suasana politik hingga dapat mengancam keharmonisan lintas agama dan kemajemujan masyarakat DKI Jakarta, bahkan menjurus pada disintegrasi bangsa.

Kemenangan Anies Sandi saat itu dianggap sebagian besar pemilih Ahok dan pengamat politik sebagai simbol kemenangan kelompok islam konservatif, kemenangan kelompok yang anti terhadap kemajemukan dan bahkan dicap sebagai kemenangan kelompok radikal. Stigma inilah yang membuat Anies dan partai politik pengusung Anies Sandi memiliki tugas berat untuk mencari Wakil Gubernur yang tepat dan baik untuk Anies Bawesdam sebagai Gubernur dan memenuhi kebutuhan masyarakat DKI Jakarta yang heterogen dan dinamis. Seperti pernyataan Sandi dalam pidato pengunduran dirinya di hadapan para politik Jakarta, yakni “tugas wakil gubernur sangat berat”.

DKI Jakarta adalah potret miniature dunia, menjadi barometer politik, ekonomi dan sosial di tingkat nasional yang memiliki pengaruh sangat besar di seluruh wilayah Indonesia, bahkan dunia internasional. Jakarta dihuni berbagai suku di Indonesia, semua agama baik islam, kristen, katolik, hindu, budha, khonghucu, bahkan aliran kepercayaan menjadi bagian dari kebebasan beragama untuk dianut oleh warganya. Penduduk DKI Jakarta adalah penduduk dengan status ekonomi dan sosial yang lebih tinggi dari daerah-daerah lain di Indonesia. Di Jakarta tinggal para orang kaya, para orang pintar, para politisi nasional dan semua orang berpengaruh di republik ini. Ini yang harus menjadi pertimbangan dalam menetapkan salah satu nama menjadi wakil gubernur pendamping Anies.

Apa kriteria Wakil Gubernur DKI Jakarta yang cocok baik untuk Anies Bawesdan dan penduduk DKI Jakarta?

Ini adalah pertanyaan mudah dijawab secara teoritis tapi sedikit sulit untuk memenuhinya, namun bukan berarti tidak ada putra terbaik Indonesia yang bisa menjawab problematika kebutuhan akan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Sebagai penduduk DKI Jakarta yang ikut terlibat dalam diskusi serta berbagai perdebatan dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dan ikut mengalami dampak dari isu-isu politik identitas yang masih muncul hingga saat ini, maka  posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta harus ditempati orang yang bisa menjadi problem solver atau pemberi solusi bagi problematika politik penduduk Jakarta dan merepresentasi kebutuhan masyarakat Jakarta yang heterogen dan dinamis.

Seperti ungkapan bahasa latin yang saya sampaikan diatas yakni Faciem populi faciem dei, yakni wajah rakyat adalah wajah Tuhan, maka ada beberapa catatan umum yang sebaiknya menjadi pertimbangan Anies Bawesdan dan partai pengusung Anies Sandi untuk menetapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sebelum masuk dalam gambaran ideal wakil gubernur DKI Jakarta, saya pribadi paparkan gambaran umum seorang pemimpin.

1. Berintegritas
James Kousez  dan Barry Postner adalah dua orang peneliti yang banyak melakukan riset selama hampir 20 tahun dan melakukan survey terhadap ribuan professional seluruh dunia yang dituangkan dalam buku Credibility: how leaders gain and lose it, why people demand it, menghasilkan kesimpulan riset dan studi kepemimpinan adalahk pemimpin yang memiliki integritas.  integritas merupakan hal yang paling kritikal bagi seorang pemimpin. Integritas adalah standar moral dan etika pribadi pemimpin bagi publik. Intergitas dimaknai sebagai citra seorang pemimpin yang memiliki kejujuran, adil, berani, bijak dan obekjektif. Sifat-sifat ini yang sangat dibutuhkan bagi orang yang akan memberikan contoh bagi orang-orang yang akan dia pimpin, dia memberi jalan kebaikan dan berguna untuk semua orang. Jujur dalam keuangan, jujur dalam menyampaikan kebijakannya tanpa motif buruk, apalagi jahat, bersikap adil dalam mengambil keputusan, terlebih menyangkut nasib masyarakat. Berani mengambil resiko dalam membuat keputusan, walaupun mengalami banyak penolakan dan tantangan yang penting memiliki tujuan yang baik bagi semua orang. Pemimpin bijak adalah pemimpin yang mampu berdiri ditengah dua konflik yang tajam, karena dengan bersikap bijak bisa menyelesaikan masalah, serta objektif dalam tindakannnya walaupun tindakan yang diambil dapat merugikan kepentingan pribadi dan golongannya sendiri. Ini juga merupakan bagian dari nilai-nilai keimanan seorang pemimpin yang bisa memberi insprasi bagi masyarakat.

2. Demokratis
Pemimpin demokratis adalah pribadi yang aspiratif dan ramah bagi struktur organisasi jabatan yang dia pimpin. Seorang pemimpin (apalagi politik) tidak hanya diukur dari kecerdasan dan kemampuan intelektual yang dia miliki, namun dapat dilihat dari apa yang dihasilkannya. Demokratis artinya mendengar suara bawahannya, tidak anti kritik, terbuka terhadap hal-hal yang baru, menghargai kemampuan bawahannya, bahkan bersikap meritokrasi bagi setiap orang yang mampu memecahkan masalah-masalah yang sulit diselesaikan.

Sikap demokratis memicu kreativitas dan inovasi bagi semua orang yang berada dibawah kepemimpinannya, karena kesuksesan pemimpin bukan karena usahanya sendiri, melainkan karena kemampuan memberdayakan semua potensi bawahannya. Sikap demokratis membuka komunkasi aktif pimpinan dan bawahan serta menuai dukungan bawahan melalui kerja keras untuk mencapai target yang telah ditentukan. Sikap ini juga membuat segala prosedur menjadi lebih luwes dan mampu diterjemahkan kebijakan teknis yang sulit menjadi lebih mudah, karena kompetensi bawahannya dengan motivasi tinggi.

3. Transformatif
Transformatif adalah kepemimpinan yang jelas arah dan tujuan kebijakannya. Mampu menyesuaikan diri dan jabatannya untuk menggerakan mesin organisasinya.  Dia mampu mentransformasi seluruh kebijakannya dengan mudah, dengan kata lain memudahkan orang lain untuk mengerti hal-hal yang dianggap sulit dipahami atau terlalu banyak prosedurnya. dia juga memiliki sikap positif, energic dan membuat orang lain bergairah untuk melakukan berbagai pekerjaan. Gaya kepemimpinan ini juga akan menghasilkan kepercayaan dan penghormatan, karena pribadi pemimpin yang mampu memberikan harapan, persepsi dan motivasi yang baik bagi setiap orang. Pemimpin seperti ini juga bisa melahirkan kharisma dirinya untuk diikuti oleh banyak orang

4. Servant Leadership
Pemimpin adalah pelayan, maka kepemimpinan yang memimpin banyak orang untuk mau dipimpin adalah kepemimpinan yang menghasilkan rasa simpati dan dukungan yang besar dan semua itu didapatkan karena kepemimpinan yang melayani publik. Pemimpin sebagai pelayan memandang jabatan sebagai amanah untuk memuaskan kebutuhan publik, memudahkan publik dalam menggunaan semua fasilitas yang disediakan. Hal yang paling pokok dalam pemimpin yang melayani adalah kepemimpinan yang memimpin secara bersama atau kolabaratif. Bawahan atau orang lain dianggap sebagai mitra kerja sejajar untuk mencapai tujuan. Dalam kepemimpinan melayani juga ada kesabaran dan ketenangan dalam menghadap segala masalah. Dia bersikap dan bertindal objektif,  tidak emosional dalam menghadapi bawahan atau masyarakat yang dia pimpin. Bersikap rendah hati dan bukan sombong karena jabatan yang ia miliki memiliki kekuasaan yang besar.

5. Problem Solver
Ini adalah kepribadian ideal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, karena dia harus memberikan solusi akhir dari suatu konflik, dan bukan menjadi sumber dari berbagai konflik.  Memimpin untuk menyelesaikan masalah dan bukan untuk membuat masalah, dengan munculnya pemimpin maka masalah selesai. Namun, sebagai pemimpin yang selalu bisa memberikan soluasi, dia harus melatih dan mengkader kepemimpinan yang solutif bagi semua orang untuk menyelesaikan banyak masalah

Memang gambaran umum seorang pemimpin tidaklah mudah, karena seorang pemimpin adalah orang yang akan membawa pada tujuan dan dalam perjalanan itu dibutuhkan kemampuan seorang memimpin untuk membawa orang-orang dipimpinnya sampai pada tujuan. Setidaknya seorang pemimpin harus menyadari jabatan dan kewenangan yang ia miliki, apalagi ini merupakan jabatan politik yang diberikan untuk melayani public.

Menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur memang tidak mudah, karena semua gubernur harus memiliki seorang wakil yang akan membantu dia dalam menyelesaikan banyak masalah, apalagi dia harus menempatkan diri sebagai pemimpin dari orang-orang yang mengidolakannya dan orang-orang yang membencinya.

Gubernur dan Wakil Gubernur harus memastikan kepemimpinannya dapat berjalan dengan baik, melayani semua orang, dan menjadikan dirinya sebagai orang yang bisa menghadirkan kedamaian, ketentraman dan keharmonisan. Wakil gubernur dituntut untuk dapat bekerja lebih giat dari Gubernur, karena fungsi wakil adalah membantu hal-hal yang tidak bisa dikerjakan oleh gubernurnya dan wakil itu bisa menyelesaikan masalah yang tak mampu diselesaikan oleh Gubernur.

Kembali kepada kriteria wakil gubernur. Seperti yang saya bahas diawal tulisan, kemenangan Anies menyisakan masalah secara politik yakni pembelahan sosial politik di masyarakat yang sangat tajam dan keras. Wakil gubernur yang akan mendampingi Anies sebaiknya wakil gubernur yang bisa menyelesaikan problematika tersebut dan bukan memperburuk citra Anies, sehingga keberadaan wakil gubenur itu jangan semakin memicu konflik di tengah masyarakat Jakarta dan semakin mempertajam perdebatan keras ditengah masyarakat.

Tugas berat wakil gubernur tersebut, setidaknya mampu meredam isue politik identitas dan dia mampu merangkul kelompok-kelompok dimasyarakat yang banyak terpecah akibat konflik politik. Disinilah titik krusial menentukan siapa nama yang bisa merepresentasikan heterogenitas dan dinamisnya penduduk DKI Jakarta.

Dulu masalah-masalah penting perbincangan penduduk Jakarta seputar banjir, kemacetan dan kriminalitas, namun setelah Ahok kalah isue-isue penting itu tak begitu mendominasi perbincangan media sosial, yang terjadi justru sebaliknya, setiap inovasi dan kesuksesan program Anies sebagai gubernur menuai cibiran dan cemooh dari orang-orang yang masih menganggap Anies memenangan pertarungan pilkada jakarta karena isue politik identitas dan itu harus diselesaikan.

Tantangan menyelesaikan citra Anies yang buruk dimata orang-orang yang tidak menyukainya, tidak bisa diselesaikan oleh Anies, namun bisa diminimalisir oleh Wakil Gubernur yang akan mendampinginya untuk meredam atau merangkul kelompok tersebut. Citra Anies yang buruk akan menjadi batu sandungan terbesar Anies dengan isue politik identitas dalam karir politiknya jika ingin maju di Pilpres 2024 nanti. Stigma Anies yang beragam, sangat kuat dibenak masyarakat Indonesia.

Memang tidak mudah menjadi pendamping Anies dan Wakil Gubernur Jakarta, karena menjadi wakilnya Anies sama menjadi Wakil Gubernurnya penduduk DKI Jakarta memiliki fungsi dan pemahaman yang berbeda. Sebagai Wakil Anies, maka melekat fungi dan kewenangan birokrasi sesuai undang-undang pemerintahan daerah, sedangkan sebagai wakil gubernurnya penduduk Jakarta, maka kehadiran wakil gubernur ditengah masyarakat bisa menuai simpati atau memicu konflik baru ditengah masyarakat karena sosok yang akan menduduki jabatan tersebut apakah dapat diterima atau penuh kontroversial.

Saat ini beredar 4 nama calon wakil gubernur DKI Jakarta, dari empat nama tersebut 2 nama yakni Ferry Juliantoro dan Ahmad Riza Patria merupakan politisi Partai Gerindra, 1 (satu) dari birokrat yang merupakan sekretaris daerah Pemda DKI Jakarta yakni Saefullah dan 1 (satu) dari profesional yakni Arnes Lukman.  Semua nama yang muncul untuk mendampingi Anies memilki banyak kelebihan dan kekurangan. Banyak kriteria yang bisa kita sematkan disetiap nama yang muncul untuk bisa diperdebatkan untuk menjadi Wakil Gubernur.

 

 

Bersambung…

Riski A

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.